Welcome to SMANSA GOALS!!! Blog

Rabu, 19 Maret 2008

Tarif Listrik Naik lagi...

Menurut saya,,Bila pemakaian listrik di atas dari rata-rata akan disinsentif dan kalau di bawah rata-rata akan mendapat insentif. Tapi sekarang masalahnya, apa memang ada nilai rata-rata pemakaian rumah itu yang memasyarakat. Tidak ada yang tahu, kan !!! Jadi tidak ada sebelumnya sosialisasi kebijakan tersebut sehingga tidak ada waktu sama sekali bagi masyarakat untuk memperbaiki sikap hemat listrik mereka, apalagi bila kebijakan itu langsung diberlakukan bulan Maret yang lalu.

Saya pribadi sangat was-was karena rumah kami masuk dalam kelas pelanggan R1 yang 1300 Watt. Sebetulnya menurut saya, konsumsi listrik kami dibandingkan beberapa teman kerja di kantor cukup rendah, terutama kalau membandingkan perangkat listrik yang dipakai. Kami menggunakan 2 AC paralel malam hari, air pun kami sayangnya harus memompa dari air tanah (tentu saja mau sekali bila air bisa dipasok oleh pam, tapi manaaaaa …. Pam tidak bisa mengimbangi kepesatan komunitas di sini), lalu setiap malam kami menyumbang listrik untuk penerangan jalan kurang lebih 100 Watt (huhuhuhu …. sesuatu yang sebetulnya harus dilakukan oleh negara).

Memang sih teman kerja saya itu berlangganan yang 2200 Watt, tapi 2200 Watt itu masih dalam kelas R1, kelas yang sama dengan 1300 Watt. Nah sekarang …. Berdasarkan apakah rata-rata pemakaian listrik ini dibuat, kelas ?? besaran Watt ?? berdasarkan jumlah anggota keluarga ?? Atau apa ?? Di Jerman juga ada standar rata-rata pemakaian listrik rumah tangga, dibedakan berdasarkan jumlah anggota keluarganya, cukup masuk akal karena pemakai listrik adalah manusia. Sedangkan standar rata-rata di kebijakan ini kan dibiarkan terbuka dan membuat tanda-tanya besar untuk pemakai listrik. Di koran, sama sekali tidak ada penjelasan yang lebih detil tentang itu.

saya pernah membaca berita di pikiran rakyat, dpr menilai bahwa lebih baik menaikkan TDL saja daripada memberlakukan kebijakan ini. Menurut saya, apakah TDL dinaikkan atau kebijakan disinsentif diberlakukan, dampaknya untuk masyarakat sama, yaitu tagihan naik.
Tapi kebijakan disinsentif ini ada kelebihannya yaitu akan ada usaha penghematan dari pemakai listrik. Yang mana menurut saya sudah waktunya kita lakukan. Jadi saya pribadi pro kebijakan ini hanya saja kebijakan ini harus dikemas lebih baik, dasar dan data akurat serta sosialisasi yang baik, supaya tidak terkesan menodong.

Saya ingat ketika pengelola bus kota di Aachen, Jerman akan memberlakukan naik melalui pintu depan dekat supir dan memperlihatkan kartu langganannya (tadinya bisa naik melalui pintu mana saja dari pintu depan, tengah atau belakang dan tidak perlu memperlihatkan kartu langganan, di sana supir bekerja sendirian tidak dibantu kondektur) sama sekali). Sosialisasi aturan baru itu betul-betul bertubi-tubi dari 2 bulan sebelumnya. Aturan itu bisa dilihat di mana-mana dan rinci dengan kalimat jelas, sopan dan tidak menggurui, nggak bakal deh kita nggak bisa lihat karena penjelasan cukup menyolok.

Harus ada memang sekarang ini yang kita lakukan secara kreatif dan inovatif, Australia misalnya sudah melarang lampu bohlam dipakai dan menganjurkan lampu hemat energi, menurut saya itu adalah langkah positif. Jadi bila kita perlu listrik lebih banyak dalam skala negara kan bisa salah satunya melalui efisiensi dan penghematan listrik, tidak perlu menambah pembangkit terlalu banyak.

Memang sulit keadaan kita di Indonesia yang memiliki daya beli sangat minimal ini, membuat kita sangat rentan akan kenaikan harga dan sangat tergantung dari harga minyak mentah dunia yang naik secara ekstrim, apalagi kita kan bukan lagi pengekspor minyak, walaupun kita masih terdaftar dalam OPEC, padahal untuk menghasilkan listrik di siang hari PLN masih menggunakan minyak untuk bahan bakar untuk memenuhi kebutuhan listrik kita yang selalu bertambah dari hari ke hari.

Saya masih percaya, diantara para pembuat kebijakan masih ada juga yang memikirkan nasib rakyat banyak dan juga sekaligus bersikap rasional terhadap perkembangan dunia, yang saling kait mengait ini.

OO ya ada lagi nih uneg-uneg lain, pemberlakuan beli bahan bakar 5 liter per hari, katanya pertengahan tahun akan diberlakukan, tapi sosialisasi ke masyarakat sama dengan kebijakan disinsentif ini, sangat prematur juga. Masyarakat dibiarkan bertanya-tanya bagaimana prosedur dan sistemnya. Saya terus terang sama sekali tidak terbayang bagaimana sistem tersebut akan diberlakukan diantara keruwetan dan sistem yang acakadut, amburadul dan semau-gue ini.

Malah ada saja yang sudah memikirkan jalan keluarnya, dengan ‚mengakali aturan’ aduh gimana ya … menurut saya keluar dari mulut harimau masuk mulut buaya ini sih, seperti aturan 3 in 1, lihat saja membuat menjamurnya para joki kendaraan. Semrawut kan… Kenapa ya... saya koq memiliki kesan, semua kebijakan energi kita tidak dipelajari mendalam, kurang dipikir matang-matang dan bukan merupakan hasil studi yang serius, jadinya kebijakan apa pun hasilnya cuma sebentar. Mulai dari kebijakan pemerintah untuk memasyarakatkan briket batubara, kemudian pindah gas, kemudian pindah bio-diesel …. Gimana nih ??? Koq nggak ada satu pun yang berlangsung matang. Tetangga saya malah sekarang bukannya memakai gas tapi kembali ke kayu bakar, yang jelas-jelas tidak ramah lingkungan.

0 komentar:


Blogspot Template by Xflash TM